Remaja Ceria - Pertemuan kerabat kala lebaran tidak hanya menjanjikan kebahagiaan. Di balik itu, terdapat ketakutan yang muncul, khusus...
Remaja Ceria - Pertemuan kerabat kala lebaran
tidak hanya menjanjikan kebahagiaan. Di balik itu, terdapat ketakutan yang
muncul, khususnya bagi penganut paham single-tapi-bahagia (meski alasan klise),
jones (jomblo ngenes), joker (jomblo keren-kalo keren kenapa jomblo?), ijo
lumut (ikatan jomblo lucu dan imut-singkatan jadul banget), jojoba
(jomblo-jomblo bahagia-yakin bahagia?), jonatan (jomblo namun tampan-lagi,
kalau tampan kenapa jomblo?), jordi onsu (adeknya ruben onsu), dan
lain-lain. Alasannya, apalagi kalau
bukan bombardir pertanyaan menyeramkan. Bukan, bukan, bukan pertanyaan “Kamu
pernah lewat kuburan angker, nggak?”, tapi pertanyaan soal kapan kalian siap
me-ni-kah. Apa? Aduh, aku gak bisa baca. Apa itu menikah? Arghhhhh…
Tenang, tenang, jangan gegabah.
Jangan dulu kalian memutuskan kabur keluar negeri dan mengganti identitas
dengan memakai jenggot dan rambut palsu. Sejujurnya, penulis tulisan ini pun
sedang menghadapi ketakutan yang sama, terlebih karena ada saudara atau kerabat
seumuran yang sebentar lagi mau menikah. Pasti nanti timbul pertanyaan, “Sepupu
kamu mau nikah tahun ini, kamu kapan nyusul?”, dan seterusnya. Apalagi jika
kalian adalah anak terakhir di keluarga yang belum menikah, atau justru anak
pertama yang membuat orang tua mengatakan kalimat pamungkas, “Aduh, Mama sudah
pengen gendong cucu, deh. Tapi, cucunya dari kamu.” Arghhhhh…
Budaya. Ya, mungkin karena ini
sudah jadi budaya. Lebaran yang jadi ajang berkumpulnya keluarga setelah sekian
lama tidak bertemu akan membuat tiap anggota keluarga ingin tahu update dari
anggota keluarga lain. Mayoritas anggota keluarga yang sudah memiliki pasangan
dan anak akan membuat obrolan mereka tidak jauh-jauh dari soal keluarga; anak
sudah berapalah, suami sekarang kerja di mana, kemarin si sulung dapat rangking
berapa, dan lain-lain. Kalian, sebagai kaum dengan usia ranum-ranumnya, tentu
akan kena imbasnya. Ketika kumpul bersama teman pun tidak menjamin kalian
selamat dari pertanyaan seram ini. Kembali lagi, itu karena usia kalian memang
sudah pantas menikah. Tapi, bagaimana kalau belum ada jodohnya? Bagaimana kalau
masih ingin berkarya? Bagaimana kalau masih ingin menikmati hidup sendiri? Buat
yang sudah kebal dan tahu arah hidupnya ke mana, pertanyaan ini tentu tidak
akan menelan korban. Nah, buat kalian yang masih takut ditanya kapan nikah,
berikut ada beberapa jawaban yang bisa kalian lontarkan ketika lebaran nanti.
Risiko tanggung masing-masing, ya...
Kapan Nikah? | "Kalau nggak Sabtu, ya, Minggu"
Ide ini pernah dicetuskan oleh seorang penulis buku komedi sebagai solusi atas pertanyaan kapan nikah. Menikah memang sebaiknya Sabtu atau Minggu, kan. Biar semua yang diundang bisa datang tanpa alasan sedang kerja atau kuliah. Kecuali, kalian ingin menghemat katering dengan meminimalkan jumlah tamu yang bisa datang, maka adakan pernikahan di tengah minggu, misalnya hari Rabu, tapi bukan jam makan siang. Kalau mau lebih hemat lagi, adakan pernikahan pas bulan Ramadan (Kok, nggak modal banget, ya).
Kapan Nikah? | “Nanti, kalau nggak hujan.”
Masih ide dari penulis komedi yang sama. Kasih jawaban ini kalau ditanya kapan nikah. Hujan adalah hari atau musim yang kurang tepat untuk melangsungkan pernikahan. Bahkan, orang dulu percaya pada hal-hal klenik untuk menghalau hujan saat hari pernikahan, mulai dari menancapkan tusuk sate berisi cabe, bawang, dan tomat ke tanah, atau melempar celana ke atas genteng rumah. Kita nggak kan? Jangan lah ya, sayang celana dan cabenya, harga celana dan cabe lagi mahal apa lagi udah mau lebaran.
Kapan nikah? | “Cuma nanya? Nggak mau nyumbang?”
Nah, ini, nih. Salah satu yang memberatkan bagi mereka yang ingin menikah adalah soal budget. Bukan hal yang asing bahwa pernikahan di negara kita tergolong menghabiskan banyak biaya. Mulai dari akad, urusan penghulu dan KUA, hingga resepsi. Kebiasaan menggelar perayaan besar-besaran agar banyak orang yang bisa datang telah mengakar, alasannya, sih, biar banyak yang mendoakan. Belum lagi jika orang tua memiliki banyak kenalan dan saudara yang kalian sendiri mungkin tidak kenal. Kalian juga tidak bisa mengadakan pernikahan hanya sesuai format kemauan kalian saja. Terkadang, justru pernikahan yang diadakan adalah format keinginan keluarga besar.
Kapan nikah? | “Memang kalau aku undang, kamu ada partner buat datang ke penikahanku?”
Ini jawaban ampuh untuk teman atau anggota keluarga yang masih sama-sama jomblo. Pertanyaan balik yang cukup menyedihkan juga. Bisa jadi, setelah dijawab seperti ini, teman/saudara kamu akan berhenti bertanya karena dia sudah kabur ke negara lain ganti identitas. Bye.. bye..
Kapan nikah? | “Aku masih ingin memperbaiki diri. Kelak aku akan menjadi istri yang patuh dan ibu yang jadi tauladan bagi anak-anaknya.”
Ini adalah jawaban terbijaksana dan masuk di akal. Wanita memang ditakdirkan menjadi pengurus keluarga yang multitasking, juga menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya kelak. Memperbaiki diri adalah inti utama sebelum memikirkan jodoh. Setelah kalian sibuk memperbaiki dan mempersiapkan diri, Insha Allah jodoh itu akan datang dan siap memilikimu. Dengan mempersiapkan diri juga, kelak kalian tidak akan kaget lagi begitu mengarungi kehidupan baru; rumah tangga.
Jadi, jangan takut lagi bertemu saudara dan teman-teman kala lebaran nanti, ya. Toh, ini memang sudah jadi siklus yang terjadi pada usia muda siap menikah. Memang pernikahan dan memiliki anak bukanlah satu-satunya pencapaian yang membuat kalian terlihat lebih maju dan sukses dibanding yang lain. Peer pressure atau tekanan rekan sebaya (yang sudah menikah) juga bisa membuat stres. Jangan jadikan kebahagiaan orang lain sebagai patokan kebahagiaan kalian juga. Jika memang belum siap, atau masih ingin berkarya, jadilah diri sendiri. Siapkan diri menghadapi pertanyaan seram ini, ya. Dan yang lebih penting, siapkan diri kalian menanti jodoh yang sudah digariskan di Lauhul Mahfudz-Nya. (/nvb/abiumi)
COMMENTS