Kabar Islam - Tersadar dari besarnya potensi bisnis wisata syariah dunia, Jepang langsung bergegas. Beragam fasilitas dibenahi. Kini, `k...
Kabar Islam - Tersadar dari besarnya potensi
bisnis wisata syariah dunia, Jepang langsung bergegas. Beragam fasilitas
dibenahi. Kini, `karpet merah` seolah terbentang luas bagi para wisatawan
muslim yang akan berkunjung ke Negeri Matahari Terbit.
Ketua Dewan Masjid Jepang
Profesor Yamamoto mengakui, perkembangan sektor pariwisata syariah telah
menandai babak baru dalam industri wisata Jepang. Pelancong asal Asia Tenggara
merupakan salah satu sasaran utamanya.
“Dulu, Jepang hampir setiap tahun
mengirim turis ke luar negeri, rata-rata setahun bisa 20 juta orang karena
masyarakat Jepang itu punya banyak uang. Sedangkan turis yang masuk ke Jepang
hanya lima juta orang,” ujar Yamamoto dalam pembukaan Focus Group Discussion
Halal Tourism and Lifestyle yang diselenggarakan Masyarakat Ekonomi Syariah
(MES), Selasa, 12 Mei 2015, di Jakarta.
Kondisi ini berbalik setelah
upaya keras pemerintah Jepang mengembangkan pariwisata. Pada 2012, setidaknya
10 juta orang berplesir ke negeri para samurai ini.
“Ternyata sebagian besar turis
yang datang ke Jepang berasal dari Asia Tenggara dan mayoritas beragama Islam,”
ucap Yamamoto.
Mendapati fakta tersebut,
pemerintah Jepang berniat melakukan inovasi yang dapat membuat turis-turis
muslim semakin nyaman berada di Jepang. Komunitas muslim di Jepang pun tanpa
segan memberikan saran untuk mendukung pembaruan tersebut.
“Pertama membangun tempat salat
(musholla) di bandara internasional. Musholla ini tidak perlu besar, yang
penting ada dan bersih,” ujar Yamamoto.
Fasilitas lain yang perlu menjadi
perhatian adalah penyediaan makanan halal dan bersih. Sebelumnya, turis
dipastikan akan kesulitan menemukan makanan halal di negeri ini. “Kini,
pengusaha hotel dan restoran di Jepang harus memastikan makanan yang mereka
buat itu halal,” tambah ketua Dewan Masjid Jepang ini.
Faktor terpenting dari beragam
inovasi yang dibuat Jepang, ungkap Yamamoto, adalah penerapan standarisasi.
“Di setiap negara tentu punya
standar yang berbeda. Ada kelas bawah, menengah dan atas, semuanya harus dilakukan
dengan tepat dan setelah memiliki standar, yang lebih penting itu mempertahankannya,”
pungkas Yamamoto.
Negeri Sakura saat ini tercatat
hanya memiliki 50 ribu penduduk beragama Islam. (/nvb/dream)
COMMENTS