Seseorang boleh gembira dengan gurunya, boleh merasa bangga dengan gurunya, dan seseorang boleh mengidolakan gurunya. Namun jangan sam...
Seseorang boleh gembira dengan gurunya, boleh merasa bangga dengan gurunya, dan seseorang boleh mengidolakan gurunya. Namun jangan sampai menyanjung guru dengan merendahkan guru orang lain. Jangan sampai menyampaikan, “tak ada teladan lain selain guru saya”. Kenapa dibatasi teladan kepada satu orang? Kenapa menuntut ilmu dari satu orang? Warisan ilmu Rasulullah tidak ditinggalkan kepada satu sahabat saja. Sekian ribu sahabat Rasulullah menjadi pewaris ilmu Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wassalam. Andai saja, ilmu hanya dibatasi untuk satu orang, maka sahabat yang lainnya akan ditolak oleh Rasulullah. Kalau ilmu itu hanya diberikan kepada satu orang, Allah tidak akan mengutus Nabi Musa ‘alaihissalam untuk bertemu Nabi Khiddir ‘alaihissalam dan belajar dengannya. Allah memberikan kisah – kisah ini untuk mengambil I’tibar.
Adab terhadap ilmu dan adab terhadap orang – orang berilmu. Hendaklah kepada guru yang kita sanjung dan muliakan jangan melebihi batasan dengan merendahkan guru orang lain. Hendaklah kita menghormati guru kita tanpa merendahkan guru orang lain, karena masing – masing mempunyai kedudukan di sisi Allah. Adab orang berilmu terhadap orang berilmu, tidak boleh fanatik terhadap gurunya dengan merendahkan guru orang lain.
Orang berilmu juga tidak boleh menganggap bahwa dirinya lah yang terbaik. Imam Syafi’i yang lebih mulia daripada kita, ketika mengetahui Imam Ahmad Ibn Hanbal sakit, dikunjungilah Beliau. Begitulah sebaliknya. Murid Imam Syafi’i yang merasa bangga dan menganggap gurunya hebat, “lihatlah Ahmad Ibn Hanbal berkunjung kepada Imam Syafii”. Maka anak muridnya, mengatakan kepada Imam Syafii, “Hebatnya engkau, imam besar. Ahmad Ibn Hanbal datang berkunjung kepada engkau”. Kemudian Imam Syafi’i berkata kepada murid tersebut,”Kemuliaan itu, tidak memisahkan kedudukan orang yang mulia. Kemuliaan yang ada pada seseorang, akan kekal pada orang tersebut. Kalau Ahmad Ibn Hanbal berkunjung kepadaku, karena dia orang yang mulia. Kalaupun saya berkunjung kepada dia, karena dia orang yang mulia”.
Lihatlah, ketika Imam Syafii disanjung oleh anak muridnya, justru memuji Ahmad Ibn Hanbal agar anak muridnya tersebut belajar terhadap orang alim yang lain.
Dimanakah adab semacam ini di zaman sekarang? Dimanakah akhlak seorang murid terhadap guru yang diikutinya? Terlebih pada hati seorang ulama?. Coba lihat, dalam komentar komentar facebook atau media sosial yang lain, ketika mendengar sedikit pendapat yang tidak sesuai dengan pandangannya atau pandangan gurunya, maka keluarlah kata – kata makian atau kata – kata yang tidak diajarkan oleh Rasulullah. Mari koreksi diri.
Diambil dari ceramah : Habib Ali Zainal Abidin Al Hamid - Malaysia
COMMENTS